Senin, 09 April 2012

rindu oma 2


Rindu Oma

Musim hujan di bulan Desember seperti sekarang ini memang sangat rentan akan datangnya serangan penyakit bagi siapa saja, apalagi hujan yang datang kini disertai angin kumbang yang kencang tentu saja sangat mencemaskan bagi semua Orang tua termasuk Oma.
            Oma (57) juga sangat cemas terhadap Cucu semata wayangnya Raihan (4) yang sehari- harinya menjadi tanggung jawab Oma, karena kedua Orang tua Raihan sibuk dengan rutinitasnya. Oleh karena itu, Oma selalu siap dalam keadaan apapun untuk melayani Raihan sehari- hari mulai dari sarapan pagi, bermain, tidur siang, sampai kedua Orang tua mereka tiba sore nanti.
Hari ini Oma mengalami Flu yang disertai demam dan batuk pun ia tahan dengan tangan ketika berada dekat Raihan guna tidak menularkan virusnya.
Sejenak Raihan menghentikan permainan Puzle, karena bingung melihat Oma berpenampilan aneh hari ini, Tanpa ceria, tanpa semangat, pakaian  berlapis- lapis dan dua koyo di keningnya.
Karena Oma harus minum obat yang baru saja ia beli dari Warung, tanpa merespon Raihan, Oma langsung menuju meja makan untuk mengambil setengah sinduk nasi  juga memotong ikan dan menaruhnya di piring menjadikannya pelengkap sarapan pagi.
Melihat semacam ini, Raihan pun meng kritik ketidak biasaan Oma sehari- hari. “oma nggak adil ah…”
Oma hanya berpaling melihat Raihan dengan penuh pertanyaan dikepalanya.
“oma bilang kalau makan harus banyak biar ga sakit?! Tuh oma makan cuman sedikit!!! Ituka ga adil namanya…”
Sejenak Oma terdiam, mata Oma mendadak lembab seolah ingin mengeluarkan seisi airmatanya, dan entah kenapa Oma memandang sebuah Foto terpajang di dinding mengenakan pakaian seragamTNI yang bernama Sutarji.
Flashback
Sutarji (66) seorang pensiunan TNI yang kini sudah tak merasa gagah lagi. Tubuhnya ringkih karena terkena komplikasi penyakit dan salah satunya adalah darah tinggi yang membuat Ia mati rasa di sebelah kiri, juga tak bisa bicara jelas. Beruntung Oma adalah wanita yang sangat mencintai suaminya.
Di atas dada Sutarji yang terbaring selalu ada sebuah Buku berwarna hitam terbungkus dari kulit dan menggantung sebuah pena yang erat ia pegang.  jika Sutarji inginmengungkapkan sesuatu ia selalu menuliskannya di lembaran buku tersebut.
Oma menghampiri Sutarji dengan wajah yang nampak semakin pasrah. Melihat demikian, Oma langsung saja hendak menyuapkan sarapan pagi kepada Sutarji karena harus minum obat. tetapi Sutarji menggeleng dan melihat detail penampilan Oma dari ujung rambut sampai perut. Penapilan yang aneh dengan wajah pucat, pakaian tebal membalut tubuh juga dua koyo di kening Oma. “sekarang bulan Desember, musim hujan, jadi wajar kalau aku Flu…” tegas Oma sambil hendak menyuapkan makanan ke mulut Sutarji.
Sutarji tetap menggeleng lalu menulis di halaman Bukunya. “kamu lelah…?”
Sambil tersenyum manis “aku gak akan lelah pak…” meyakinkan Sutarji dengan tatapannya yang tajam lalu kembali membujuknya “makan ya…”.
Sutarji tetap menggelengkan kepala lalu menulis di halaman berikutnya. “selama ini aku tidak pernah lihat kamu makan, aku mau makan setelah lihat kamu makan…”.
Oma tersenyum lalu bangkit dari tempat tidur dan mengambil sedikit nasi beserta lauknya. Oma pun kembali dan memperlihatkan kepada Sutarji.
Sutarji menulis kembali dihalaman berikutnya “kamu nggak adil ah…”
Omapun heran “kenapa ?” tanya nya penasaran.
Sutarji menulis kembali dibawahnya “kamu bilang kalau makan harus banyak biar ga sakit?! Tuh kamu makan cuman sedikit!!! Itukan ga adil namanya…”
Membaca tulisan tersebut Oma tersenyum kembali lalu pergi ke Ruang makan untuk menambah kan nasinya. Dan setelah kembali kekamar Oma menghampiri Sutarji yang terlihat terpejam. “katanya mau lihat aku makan, ko malah tidur?, tuh sepiring mentung!!!, akupun lahap makan nya..!!!” setelah dua suap tak ada respon dari Sutarji, maka Oma meletakan piringnya dimeja dan menghampiri Sutarji, “minum obat dulu pak, jangan tidur…” oma mencoba membangunkan Sutarji. “katanya kamu mau lihat aku makan?!” Oma memegang pundak Sutarji yang lemas tak bertenaga lalu tek sengaja melihat ke lembaran buku tadi dibawahnya tertulis (maaf aku pergi ) membaca tulisan tersebut Oma tidak percaya dan terus mencoba membangunkan Sutarji sambil menangis, semakin besar keinginannya Sutarji bangun, semakin besar pula suara tangis yang diiringi airmata mengalir tak terbendung.

Oma berjalan menuju lemari lalu mengambil buku hitam dan membolak balikan lembar demi lembar sampai benar- benar terhenti . Oma semakin tak kuat menahan air mata, lalu menghampiri Raihan untuk memeluknya. “aku rindu kakekmu…”.
Raihan memang tak sempat mengenal Kakek, Raihan pun tak tau jika ucapannya sama dengan yang di tulis Sutarji di buku halaman terakhirnya, bahkan Raihanpun semakin bingung melihan tingkah Oma, lalu ikut menangis ketika Oma dengan erat memeluk Raihan sambil nangis terbata- bata.


tamat


Jumat, 16 Maret 2012

sekarang itu kapan?!

sekarang itu kapan?
...Burung terbang bergerumul, melewati gunung, hutan, dan lautan yang pekat dengan gelombang terjang. di antaranya Aku ikut mengikuti alurnya...
...terdengar bunyi Angin mengiringi Rambut ku menari- nari. Aku terbuai lalu terpejam. Aku semakin tinggi.
...dingin membuat kaki ku kaku, namun hati tak kunjung beku, aku masih ingin melayang. "Aku masih ingin disini" teriakku lantang lalu tertawa "hahahahahaha" seperti Raja mataku terbuka.
...biru membentang, Angin semakin kencang, dan Matahari pun datang. "hai" sapa ku dengan riang.Diapun tersenyum. "pasti kau sedang merasa kecil?" Matahari itu bicara.
"disini aku sedang mengolah rasa ini..." jawab ku.
"pasti kau merasa takut...?" dengan mengecilkanmatanya yang sebelah kanan.
"ya, dan disinilah tempat aku mencari alasan supaya aku takut" jawab ku tegas.
"untuk kapan?" Matahari semakin mengintrogasi ku.
"sekarang!" jawab ku lantang.
"sekarang itu kapan?" Matahari merasa menang dan tersenyum girang melihat Aku bingung dengan pertanyaan nya yang menurut ku aneh.
Aku bingung dan mengkerutkan jidat.
...karena lama tak menjawab, pertanyaan itu seolah menggema bertubi- tubi sedangkan pandangan Ku pun mulai aneh. Matahari itu berkembang biak secara cepat. menjadi dua, sepuluh, duapuluh, seratus, bahkan sampai ribuan, menakutkan. "sekarang itu kapan?" pertanyaan itu masih terngiang. Aku merasa takut lalu ku pejamkan mata ini. dan aneh nya semakin aku pejamkan dan mencoba menghindar, Dia dan suaranya semakin dekat aku rasa.
..."diam!!!"bentaku.
... tiba- tiba kosong... dan tak bisa aku gambarkan apa yang sedang tertangkap mataku ini. sekejap menjadi tidak jelas, apakah aku sedang melihat atau tidak. "apalagi ini?" tanya ku dalam hati. Aku merasa semua ini harus di akhiri. setelah lidah, telinga, hidung, gigi, dan entah apalagi yang akan datang mengganggu itu pergi. "aku harus tenang". di dalam ketenangan semua menjadi berubah. darah mengalir dengan lancar, saraf ku tidak kaku lagi, dan yang penting suara- suara itu yang berubah menjadi suara angin yang menghantarkan pasir mengerayangi tubuhku. lalu Matahari yang masih separuh itu datang dengan kedamaian. "sekarang itu kapan?" tanyaku.
sekarang itu Aku sedang merasa kecil di depan luas dan indahnya yang Aku miliki. Aku sedang merasa kecil disini, pagi dengan tiupan angin pantai dan dihangatkan matahari yang hendak menghidupi bumi.

surat keSatria

perempuan adalah drama yang paling penting dalam kehidupan seorang Satria.ia hanya mengambil waktu yang sangat pendek; namun begitu saat- saat yang brilyan itu mencapai arti penting yang luar biasa,karena setiap bentrokan kecil adalah suatu jenis pokok dari perempuan bagi para Petarung, khususnya kaum Satria.

telah di tunjukan bahwa sebuah serangan harus di lakukan sedemikian rupa agar mendapatkan jaminan untuk memperoleh kemenangan. karena kemenangan ku adalah kemenangan mu pula...

pada tahap pertama dalam drama pertempuran meraih mahkota nya, maka iring- iringan musuh akan merembes ke dalam daerah pemberontakan. dan bergantung pada kekuatan pasukan musuh yang berlainan di penyerangan grilya demi mendapatkan hak dan kenikmatan semata.

namun Sartria itu adalah pemenang mutlaknya. karena maunya adalah mauku, dan anu nya adalah anuku...

salam Satria

rasa mati hati

terasing di bumi pribadi...
hidup di negeri sendiri...
nyawa seakan mati...
kesendirian yang tak pasti...

perlu jalan untuk mati...
harus hidup untuk mati...
kita semua akan mati...
mati rasa mati hati...

ini jalanku ini hidupku...

meski aku hadapi, ini jalan ku ini hidupku...


berjalan di tengah panasnya matahari
menjatuhkan setetes demi setetes keringat
membasahi telapak kaki ini yang mulai melepuh
demi hidup hari ini demi sebuah mimpi


meski aku hadapi, ini jalanku ini hidupku...


tajam tatap ku kedepan, menaklukan keadaan
hujanpun datang melegakan perasaan
badai menghampiri namun tetap ku langkahkan
tenaga ku habis... tapi aku harus berjalan!!!


meski aku hadapi, ini jalanku ini hidupku...


kulit terkelupas, darah mengalir deras...
aku bangkit kembali, dan aku harus berjalan lagi
mimpi semakin dekat, namun susah untuk ku gapai
tapi aku harus hidup!!!


ini jalan ku ini hidupku..

instanisasi

manisnya sekejap...
rindunya sekejap...
marahnya sekejap...
baiknya sekejap...
hey... cewek sekejap...

duduknya sekejap...
berdiri sekejap...
merintah sekejap...
diperintah sekejap...
hey... pejabat sekejap...

masuknya sekejap...
keluarnya sekejap...
meremnya sekejap...
meleknya sekejap...
hey... anunya sekejap...

hidup sekejap...
mati sekejap...
naik sekejap...
turun sekejap...
hey... sadar sekejap...

barengnya sekejap...
pisahnya sekejap...
miskin sekejap...
kaya sekejap...
hey... bersama sekejap...

milyader sekejap...
ribuan sekejap...
nyaman sekejap...
di tendang sekejap...
hey... emang enak hidup sekejap...?!

terjerat

merenung dalam kesunyian selama 73 jam tanpa memejamkan mata. aku sengaja duduk dengan kaki tak bertumpu dan menegakan badan serta menikmati betapa asiknya udara memasuki hidung menuju paru- paru dengan menyadarkan pikiran. satu sampai tiga jam pertama memang berat aku rasakan untuk mengikuti alurnya, tapi setelah itu aku malah terbuai dan ingin terus melanjutkan semampuku. di jam ke duabelas, aku ingat betul karena aku coba menyadarkan pikiranku, melintaslah bayangan yang tak berwujud, akupun masih tenang, aku anggap itu adalah r
refleksi diri yang masih wajar aku rasakan. bayangan itu  terus ada di hadapanku seperti membayangi, dia ikut duduk seperti aku tepat di hadapan dengan  jarak dua meter saja. benda itu terkadang hilang sesaat lalu muncul lagi sampai beberapa jam berlalu, dan aku masih tenang.peranjat,
pikiran ku yang sadar makin melayang dan terbesit beberapa fikiran yang baik maupun buruk, bahkan beberapakali aku mendapat petunjuk yang entah itu baik apa buruk. suatu saat tidak di ketahui jam nya tiba- tiba dalam bayangan aku harus menabrak bos aku, aku masih tenang menyikapinya. aku mencoba membaca atau mengkaji ulang maksud bayangan itu, dan aku tenang kembali. tapi yang lebih mengejutkan dan yang buat aku terperanjat adalah ketika bayangan itu menggambarkan bahwa bos akulah yang menabrak aku hingga darahku berceceran dimana- mana... aku melihat semua itu mengerikan, telinga aku tak bisa ku kuasai matakupun sama. hingga aku memutuskan untuk berhenti dan mengevaluasi semua bayangan yang telah di dapat. 73 jam itulah yang sehingga memutuskan aku untuk hengkang dari bekerja dengan sitem kapitalis modern. dari situ pula aku ingin berdikari seperti yang telah di anjurkan bapak proklamator Ir Soekarno.